Kualitas dan kemajuan suatu bangsa tergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Untuk memajukan kualitas manusia suatu bangsa, kemudahan pasokan pangan dan nutrisi yang sesuai menjadi hal utama.
Gizi buruk, busung lapar dan berbagai penyakit akibat kurang gizi melanda sebagian masyarakat Indonesia. Hal ini bisa jadi bukti pasokan pangan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dalam acara bertajuk Semarak Pangan Lokal yang diadakan LSM Bina Desa dan KRKP (Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan) untuk memperingati Hari Pangan Sedunia, Siswono Yudohusodo yang hadir sebagai pembicara menyebutkan bahwa kemajuan suatu bangsa tergantung dari kualitas sumber daya manusianya. Dan kualitas sumber daya manusia tergantung dari pangan yang dimakannya. Namun seringkali sumber-sumber pangan yang ada di Indonesia tidak dimanfaatkan secara optimal.
“Orang Jepang makan mie, tapi mereka makan mie dari ubi yang namanya Soba. Penduduk utara Yangtze makan mie dari gandum. Penduduk selatan Yangtze makan mie dari beras yang namanya kwetiauw, karena disana tidak ada gandum,” ujar Siswono saat berbicara di depan peserta Semarak Pangan Lokal di area Taman Ismail Marzuki, Rabu (18/10/06).
Saat ini, tambahnya, Indonesia adalah negara pengonsumsi mie terbesar setelah Cina. Sementara, bahan dasar mie tersebut adalah gandum yang tidak tumbuh di Indonesia. Padahal, Siswono berkata seharusnya masing-masing penduduk memproduksi makanannya sesuai dengan sumber daya yang mereka miliki.“Kita tidak bisa tanam gandum tapi makan produk dari gandum,” ujarnya. Maka untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, Indonesia perlu mengimpor gandum dari luar
Gandum sampai sekarang terlalu dipandang memiliki superioritas bila dibandingkan dengan bahan pangan lainnya. Hal ini bermula pada program bantuan gandum dari Amerika kepada Indonesia. Bahkan, salah satu pabrik gandum terbesar di dunia ada di Indonesia.
Kondisi ini membuktikan bahwa saat ini bangsa kita belum mandiri dalam hal pangan. Di daerah pun terjadi hal serupa. Siswono mencontohkan, dari dua juta hektar kebun sagu dunia, satu jutanya ada di Indonesia. Sementara, 900 ribu hektar terdapat di Papua. Namun masyarakat Papua yang tadinya mengonsumsi sagu, sudah mulai beralih ke beras sebagai makanan pokok.
Ini bukti bahwa sumber daya yang ada tidak dimanfaatkan. Siswono menjelaskan, “Mereka (Papua) terlalu didorong untuk makan nasi. Seharusnya pangan itu menghargai sumber daya lokal. Apalagi, tidak akan ada biaya distribusi.”
Selain itu, Indonesia masih mengimpor komoditas pangan lainnya seperti 45% kebutuhan kedelai dalam negeri, 50% kebutuhan garam dalam negeri, bahkan 70% kebutuhan susu dalam negeri dipenuhi melalui impor. Padahal, Indonesia punya sumber daya lain yang bisa menggantikan, yang sebenarnya tersedia cukup.
Indonesia saat ini sudah tergantung dengan pangan impor. Maka untuk menghadapi kondisi ini, ia pun mengajak untuk bersama-sama meningkatkan kualitas pangan berbasis sumber daya lokal.
Sudah saatnya Indonesia bangkit dari ketergantungan akan produk-produk luar negeri. Ada banyak produk pangan lokal yang masih belum diolah menjadi bahan pangan yang tentunya tidak kalah dengan produk luar sejenis.
Betul penggunaan bahan lokal harus ditingkatkan. Saya sudah memulai misi ini dari cafe saya sendiri. Daging burger buat sendiri dari daging sapi lokal, dengan bumbu-bumbu lokal yang ada di pasar. Demikian juga sosis. Kentang goreng…meskipun ada di supermarket yang tinggal goreng, saya memilih mengolah sendiri dari kentang lokal yang sedikit kandungan airnya. Cafe saya juga jual es krim, bahannya full lokal, telur dan susu sapi segar. Hanya roti yang masih menggunakan tepung terigu…tapi pelan-pelan akan saya hapus menu ini, sampai ada yang bisa menemukan cara membuat bread dari tepung beras, tepung jagung atau tepung ubi. Kalau mentok gak bisa ya sudah gak jual roti. Next saya akan jual mie, tapi dari beras…masih explore.
Papua memang banyak potensi pangan sebut saja misalnya sagu , umbi umbian dan talas. Begitu pula dengan pokem gandum lokal sejenis shorgun yang banyak tumbuh di Pulau Numfor. Namun sayangnya masyarakat Papua didorong untuk makan beras. Data saat ini hampir di atas 50 persen masyarakat Papua mengosumsi beras terlebih sejak adanya program raskin orang malas berkebun.
Pokem Gandum Lokal dari Pulau Numfor Papua
Oleh : Dominggus A Mampioper
KabarIndonesia – Kekayaan pangan di Indonesia sebenarnya sangat beragam tetapi kenyataannya hampir sebagian besar mengkonsumsi nasi atau beras termasuk masyarakat di Provinsi Papua Data Badan Tanaman Pangan Provinsi Papua menyebutkan sejak 1998 penduduk Papua 30 % mengosumsi ubi ubian, 15 % konsumsi sagu dan selebihnya 55 % memakan beras atau tumbuhan padi padian. Padahal di tanah Papua selain memiliki sagu dan umbi umbian, sebenarnya masih memilliki tanaman pangan lainnya antara lain talas atau keladi, aibon buah pohon bakau yang diolah jadi tepung. Bahkan pokem gandum asal Pulau Numfor Papua sangat bergizi tinggi termasuk gandum lokal yang belum dimanfaatkan secara maksimal.
Frans Rumbrawer Sekretaris Lembaga Penelitian Universitas Cenderawasih (Uncen) melakukan penelitian tentang Pokem atau gandum lokal dari Pulau Numfor, kabupaten Biak Numfor Provinsi Papua.”Gizi yang terkandung didalam pokem ternyata tak kalah dengan gandum yang biasa digunakan dalam tepung terigu,” ujar Frans Rumbrawer di Jayapura Senin (3/3). Lebih lanjut dijelaskan peraih Penghargaan Bogasari Nugraha 2002 lalu di Jakarta itu menegaskan tetap melakukan penelitian pangan-pangan lokal seperti keladi (talas), bete dan aibon buah yang dipetik dari pohon bakau (mangrove). “Bagi masyarakat Supiori aibon adalah buah bakau yang bisa dikelola sebagai bahan makanan,” ujar Rumbrawer. Menurut Rumbrawer dari semua bahan pangan local yang diteliti ternyata hanya pokem yang berhasil meraih penghargaan bagi peneliti unggul Indonesia 2002.
Bagi Frans Rumrawer dan I Made Budi peneliti buah merah (pandanus) keduanya saling mendukung dalam meneliti dan memopulerkan terigu pokem (otong) tanaman sereal local untuk menjadi bahan baku pendamping tepung gandum di Indonesia.Pokem atau otong lebih populer dengan nama gandum Papua adalah terigu dari tumbuhan (tanaman) Kelas Monocontiledonae, Familia Gramineae, Genus Sorghum, Species Sorghum rumbrawer (L) mirip dengan oats (Avena sativa). Tanaman ini merupakan asli dan dibudidayakan oleh suku bangsa numfor sebagai makanan pokok di Pulau Numfor kabupaten Biak Numfor Papua. “Jika diamatai secara sepintas tanaman pokem ini sekeluarga atau mirip dengan sorghum,” ujar Rumbrawer Menurut Rumbrawer pokem ini belum pernah ada yang meneliti sehingga membuatnya merasa terdorong untuk mengembangkan pokem ini sebagai salah satu pangan lokal di Papua. “Pasalnya orang tua kami di Numfor sejak dulu sudah mengosumsi pokem ini sebagai bahan makanan karbohidrat di samping keladi dan talas,” ujar Rumbrawer.Tanaman ini lanjut Rumbrawer sangat bergizi dan potensial serta bernilai tinggi di kalangan masyarakat Pulau Numfor.
Penelitian yang dilakukan bersama I Made Budi peneliti buah merah terutama kandungan gizi yang terdapat di dalam pokem karbidhidratnya tinggi sesuai dengan hasil penelitian dan analisis laboratorium gizi di Institut Pertanian Bogor (IPB) ternyata menyangdung gizi yang luar biasa jika dibandinkan dengan gandum (Triricum Spp), khususnya lemak, protein, dan karbohidrat lebih tinggi dari gandum. “kandungan vitamin A, B1 dan B2 nya pun lebih tinggi pula jika dibandingkan dengan gandum. Keistimewaan dari pokem adalah mengandung vitamin C dan D serta kandungan mineral baik makro mau pun mikro pokem lebih tinggi dari pada gandum kecuali B6 dan B12,” ujar Rumbrawer.Namun Rumbrawer juga mengakui ada kelemahan pada Pokem jarena mengandung trace elemen yang tidak dibtuhkan dalam tubuh manusia antara lain Hg, Cu dan As. “Unsur-unsur ini akan mempengaruhi kualitas produksi pangan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat. Akan tetapi kelemahan tersebut dapat diminimalisasikan dengan teknologi bidang pengelolaan pangan. Orang Numfor sendiri telah mengetahui teknik untuk mengatasi hal tersebut,”ujar Rumbrawer. Bagi masyarakat Numfor, mereka mengenal lima jenis tanaman pokem yang terdiri dari pertama pokem resyek atau pokem coklat, kedua pokem verik atau pokem merah, ketiga pokem vepyoper atau pokem putih dan ke empat pokem vepaisem atau pokem hitam dan kelima pokem venanyar atau pokem kuning. “Cara budidaya pokem menurut orang Numfor jaman dulu mempunyai kebiasaan yang disebut aukaker pokem berarti rencana kerja lading pokem. Kemduian wosayai yafbabo pembukaan lahan baru. Upacara ini selalu dilaksanakan sebelum pengerjaan lading pokem,” tutur Rumbrawer.
Menurut peneliti yang juga seorang antropolog FISIP Uncen kedua upacara ini memiliki makna agar Tuhan atau Mankundi menyelamatkan para pekerja agar terhindar dari bahaya dan hasil panen pokem bisa berlimpah. “Tanaman poke mini memerlukan perlakuan khusus karena itu harus terhindar dari serangan hama. Masyarakat Numfor juga mempunyai tumbuhan daun yang berfungsi sebagai pestisida untuk mengusir hama poke mini,”ujar Rumbrawer tanpa menyebut nama daun pestisida pokem itu. Namun Rumbrawer menjelaskan bahwa daun pestisida itu dihaluskan dan kemudian disebarkan di atas bedeng tempat pokem ditanam.
Pokem bisa dipanen setiap tiga bulan. Jadi dalam satu tahun bisa menghasilkan empat kali panen. Persyaratan tumbuh pokem antara lain curah hujan sekitar 3000-3500 mm dan ketersediaan air cukup baik, kecepatan angin sedang sebab pokem termasuk tanaman yang perlu perlakuan khusus. Biasanya yang menjadi hama bagi pokem adalah ulat, belalang, babi hutan, burung-burung pemakan pokem dan gangguan lainnya. Semut merah juag senang terhadap pokem karena kadar gulanya cukup tinggi. Saat panen pun harus dilakukan secara khusus dan hati hati sebab paska panen dimulai saat dipetik hingga diproses pengelolaannya menjadi bahan pangan (kankonyaf) adalah untuk memperkecil kehilangan dan kerusakan saat panen yaitu benih tanam, terigu dan keperluan adat lainnya. “Hal ini perlu dilakukan dengan baik agar kualitas pokem tetap terjaga,” ujar Rumbrawer. Cara menghaluskan pokem yang telah dipanen yaitu dengan menggunankan lesung (asri/bahasa Numfor) dan alu (akyuk/bahasa Numfor) yang mula-mula harus dibersihkan agar terhindar dari kotoran.
kalau memang di papua banyak tanaman sorgun atau cantel atau pari jagung istilah di jawa, maka saya informasikan bahwa beberapa industri di jawa memerlukan bahan tersebut untuk campuran penanaman jamur, campuran bahan pakan ternak juga dibutuhkan para peternak di jawa, mengingat saat ini impor jagung dan gandum dari luar negeri mulai berkurang, jadi seharusnya potensi papua harus dioptimalkan, papua bisa menjadi kaya dengan menjadi suplier sorgum / cantel ke jawa bahkan mungkin eksport, karena di luar negeri kabarnya diolah menjadi etanol sebagai bahan bakar, jika ada yang punya stok banyak, saya dapat hubungkan ke industri yang memakai bahan tersebut dalam jumlah besar, tx, tuhan yesus memberkati papua
bertumbuh menjadi dewasa dan menikmati masa2 hidup yang menyenangkan bersama orang yang kita cintai tidak harus di bayar mahal!!!
mengkonsumsi sumber pangan lokal mampu menunjang kesehatan tubuh kita,
sudah saatnya kita tidak bergantung dgn produk luar negeri…
dan seharusnya tidak ada lagi cerita kelaparan di Indonesia… padahal hanya karena tidak makan nasi….
Indonesia kaya…… akan SDA
EcULTv comment3 ,
Dalam rangka mengatasi krisis pangan yang melanda hampir diseluruh tanah air, tentu pilihan bijak adalah kita kembali manfaatkan pangan lokal sebagai sumber pangan pangganti beras. karena bagaimanapun juga pangan-pangan lokal yang ada disekitar kita dapat memenuhi kebutuhan gizi, karbohidran dn protein.
Markisa Hutan Asal Papua
Oleh: Anjela M. Jitmau
Kita bangga dengan sebutan Biodiversitas, namun keanekaragaman itu tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya. Banyak keragaman bahan Pangan di papua, namun pemanfaatannya telah berkurang sejalan dengan adanya program raskin dari pemerintah. Selain itu belum adanya penelitian lanjutan tentang manfaatnya bagi kesehatan. Selain Buah Merah seperti yang telah di teliti oleh seorang Dosen Biologi Universitas Cenderawasih (UNCEN) yaitu Drs. I Made Budi, Pokem (gandum) yang diteliti oleh Frans Rumrawer, ada juga sansase. Sansase (Bryonopsis sp.) adalah markisa hutan yang dikonsumsi biji dan selaput bijinya oleh masyarakat Maybrat Sorong Papua. Biji dan selaput biji ini berwarna hijau dan berminyak. Ukuran buah sansase tidak seperti markisa yang biasanya kita konsumsi, tetapi ukuran dapat mencampai ukuran bola kaki. Kandungan klorofil pada biji dan selaput biji dapat digunakan sebagai anti kanker dan PDT yang dilakukan beberapa dekade terakhir ini. Kini sansase sementara diteliti oleh saya sendiri di Universitas Ma-Chung dan Universitas Kristen Satya Wacana, namun hanya mengidentifikasi pigmen dan bagaimana stabilitasnya terhadap cahaya dan panas. Jadi saya sangat setuju bahwa pangan lokal di Indonesia bahkan Papua perlu dimanfaatkan.
Terimakasih
Terimakasih atas informasinya ,saya setuju atas apa yang disampaikan pada topik kebutuhan pangan dengan sumber lokal .Karena bahan pangan begitu penting bagi kelangsungan hidup suatu bangsa maka diharapkan kita tidak bergantung lagi pada impor bahan dari luar karena apabila importir menghentikan kegiatannya dapat mengakibatkan bahaya laten kelaparan .
bapa sa bisa minta bantu k sa ada lakukan penalitian tentang identifikasi jamur penyebab bercak pada daun pokem , tapi artikel tentang tanaman pokem ni masi kurang
boleh Bapak cerita tanaman pokem seperti apa di papua, banyak kah yg menanamnya, brapa harga per kilo nya?